Memang dimasa awal-awal kedatangan Muslim di Autralia, orang Islam cendrung membentuk perkumpulan dengan semua Muslim terlepas dari etnis dan asal usul kewarga negaraannya; bond of Muslim botherhood dikarenakan satu agama sugguh sangat terasa dan kental, namun ketika Muslim makin bertambah banyak, identitas Muslim kolektif ini beregeser menjadi identitas individu berdasarkan ethnik masing-masing. Seiring dengan terjadinya pergeseran tersebut, muncullah mesjid-mesjid berbasis ethnis (ethnic based mosques and community centres) di seantero Australia ini. Immigran Muslim yang berasal dari berbagai Negara banyak terpusat di dua kota besar Australia, yaitu Melbourne dan Sydney. Kota ini menjadi pilihan umat Islam karena Muslim minoritas lebih mudah mendapatkan lowongan pekerjaan.
Seiring dengan bergesernya peta politik dunia, Muslim dipandang skeptis oleh Negara-negara Barat. Muslim pada umumnya sudah menjadi topik pembicaraan di dalam berbagai forum, dan dianggap sebagai “musuh bersama” oleh banyak Negara Barat. Kalau sebelumnya ide komunisme dianggap sebagai musuh bersama manusia, sekarang Islam dan Muslim seolah-olah sudah dinobatkan menjadi musuh bersama. Apalagi isu terorisme yang dilakukan oleh sebagian Muslim dijadikan justifikasi untuk mendeklarasikan bahwa Islam adalah sebuah kekuatan yang sangat berbahaya bagi kemanusiaan. Isu-isu yang cendrung menyudutkan Muslim itu menjadi tantangan bagi Muslim yang tinggal di Negara yang mayoritas bukan Muslim seperti Australia. Oleh karena itu, tidak diherankan kalau Muslim di Australia mendapatkan perlakuan diskriminatif dari banyak kelompok dan seolah-olah menjadi momok bagi kedamaiaan dunia.
Walaupun Muslim di Australia masih sering mengalami perlakuan tidak adil, Muslim di Negara kangguru ini sudah banyak memberikan sumbangan pikiran dan tenaga untuk kemajuan negeri ini. Bahkan sejak pertama kali Australia ini dideklarasikan sebagai sebuah Negara, Muslim sudah memberikan sumbangan yang sangat banyak bagi kemajuan negera yang masih baru ini. Namun, kontribusi Muslim ini seringkali dilupakan bahkan tidak tercatat dengan detail di dalam buku-buku sejarah Australia. Hampir semua kontribusi orang-orang Islam terlupakan dan dilupakan di Australia, sehingga Muslim masih menempati posisi sebagai warga Negara kelas dua bahkan menjadi warga Negara yang kurang diperhitungkan di Australia. Untuk mengingat bagaimana kiprah Muslim di awal-awal terbentuknya Negara yang bernama Australia ini, tulisan pertama dari rangkaian tulisan untuk MIIS online ini akan membahas kembali tentang sekilas sejarah Muslim di Australia, seperti asal usul Muslim di Australia, pandangan politik Muslim tersebut dan juga kiprah mereka di dalam keikut sertaan mereka dalam pembangunan Negara Australia ini.
Sudah banyak para ilmuan, Muslim maupun non Muslim melakukan studi tentang sejarah orang Islam di Australia. Ada Abdullah Saeed, Nahid Kabir, Shahran Akbarzadeh, Fethi Mansouri, Gary D Bouma, Philip Jones, Anna Kenny, juga seorang doctor lulusan Monash University berkebangsaan Indonesia yaitu Dedi Mulyana menulis tentang Islam dan Orang Islam di Australia sebagai topik desertasi beliau dan banyak ilmuan lain sudah menulis dan melakukan studi dan penelitian tentang siapa dan apa peran Muslim di Australia ini. Sejarah banyak mencatat bahwa the first Muslim settlement di Australia dimulai pada tahun 1820 han dengan datangnya Muslim dari Afghanistan yang berprofesi sebagai penunggang onta, mereka dikenal dengan the Afghan cameleers. Sebuah buku yang ditulis oleh Jones dan Kenny (2007) menerangkan dengan detail kiprah para penunggang onta ini.
Penulis buku tersebut menguraikan dengan sangat lengkap dan juga dilengkapi dengan bukti-bukti sejarah mengenai peran para Afghan cameleers ini sejak tahun 1860 -1930. Para Afghan Cameleers ini sesuai dengan catatan sejarah adalah bentuk transportasi darat yang pertama yang digunakan di Australia untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lain di tengah-tengah padang tandus Australia ini. Para cameleers ini diperkerjakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut barang-barang dari satu tempat ke tempat yang lain, namun kerja keras dan jasa mereka sering sekali terlupakan di dalam catatan perkembangan Negara Australia ini. Seiring dengan perkembangannya biro jasa camel ini, makin banyak orang Afghanistan yang beragama Islam diboyong ke Australia. Dengan makin bertambahnya jumlah orang Islam, maka Muslim tersebut berusaha membangun komunitas yaitu dengan membangun mesjid; mesjid pertama yang berhasil dibangun oleh Muslim ini terletak di Adelaide dan Perth.
Walaupun Afghan cameleers tercatat secara formal sebagai orang Islam pertama di Australia, jauh sebelum kedatangan Muslim dari Afghanistan tersebut, bahkan sebelum orang-orang Inggris tiba di Australia yang dibuang sebagai tahanan, Negara ini sudah terlebih dahulu bersentuhan dengan Muslim dari Indonesia, yaitu orang-orang Makassar. Para nelayan dari Makassar tersebut sering mendarat di sepanjang pantai-pantai Australia untuk mencari trepang. Cukup banyak bukti fisik yang masih bisa ditemukan untuk membuktikan sentuhan budaya antara orang-orang Makassar tersebut dengan orang aborigin ini. Di dalam desertasinya, yang kemudian dipublikasi menjadi sebuah buku, Nahid Kabir dengan sangat mendalam mengkaji keberadaan Muslim pertama di Australia ini. Beliau menjelaskan bahwa para nelayan dari Makassar tersebut datang ke pantai Utara Australia.
Para nelayan tersebut menjalin hubungan kerjasama dalam bisnis dengan para aborigin. Bisnis mereka menjadi sangat maju dan menguntungkan kedua belah pihak sampai akhirnya dilarang dan dihentikan secara perlahan-lahan oleh para penguasa Australia kala itu. Penghentian secara perlahan-lahan ini dilakukan dengan cara yang sangat sistematis yaitu mengenakan wajib bayar yang maha tinggi bagi nelayan asing yang mendarat disepanajnag pantai Australia. Pajak yang sangat tinggi ini merugikan nelayan Makassar ini yang akhirnya berangsur-angsur mematikan bisnis trepang ini. Selain dari pajak yang sangat tinggi ini, para nelayan dari Makassar tersebut tidak bermaksud untuk menetap secara permanent di Australia, jadi kedatangan mereka ke pantai Australia hanya murni untuk bisnis. Secara formal, keberadaan Muslim di Australia dicatat sejak tahun 1860. Kehidupan di Negara yang baru rupanya tidak seindah yang seperti para Muslim ini harapkan, sangat banyak rintangan dan hambatan yang mesti dilalui oleh Muslim minoritas ini.
Dalam hal bermasyarakat, mendapatkan lapangan pekerjaan dan melakukan ibadah sehari-hari seperti sholat dan lain sebagainya. Dikarenakan kesulitan-kesulitan yang diterima oleh Umat Islam di Australia, sebagian Muslim memilih untuk kembali ke Negara asal, dan sebagian Muslim lainnya berasimilasi dengan penduduk setempat dengan cara melakukan pernikahan dengan perempuan-perempuan kulit putih, maupun perempuan aborigin. Orang-orang Islam diawal-awal kedantangan ke Australia dipanggil dengan sebutan “Mohammadan” yaitu orang-orang yang mengikuti Muhammad SAW.
Setelah Australian white policy (kebijakan yang hanya menerima orang kulit putih) di hapus dan seiring dengan terjadinya gejolak dunia seperti peperangan serta boomingnya perekenomian Australia, dalam tahun 1960, 1970 dan 1980 imigrasi Muslim ke Australia menjadi fenomena yang sangat menarik; dalam rentang beberapa dekade, Muslim dari berbagai Negara seperti Albania, Aljeria, Sri Lanka, Mesir, Ethopia, India, Indonesia, Libanon, Turki, Malaysia, Somalia dan juga Arab Saudi berimigrasi ke Australia. Kedatangan orang-orang Islam ini dilatar belakangi oleh berbagai faktor. Sebagian Muslim berimigrasi ke Australia karena terbukanya peluang pekerjaan yang lebih banyak, ada juga meninggalkan Negara masing-masing karena alasan politik dan lain sebagainya. (Desma/berbagai sumber)